Rabu, 30 November 2011

cinta dan waktu

Alkisah di suatu pulau kecil, tinggallah berbagai macam benda-benda abstrak: ada Cinta, Kekayaan, Kegembiraan, Kecantikan, Kesedihan dan sebagainya. Mereka hidup berdampingan dengan baik. Namun suatu ketika, datanglah badai menghepas pulau kecil itu dan air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau itu.



Semua penghuni di pulau itu cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri. Cinta sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tak mempunyai perahu.

 

Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan. Sementara itu air makin naik membasahi kaki Cinta.

 

Tak lama Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu.

 

"Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!" teriak Cinta.

 

"Aduh! Maaf, Cinta!" kata Kekayaan, "perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tak dapat membawamu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagipula tak ada tempat lagi bagimu di perahu ini." Lalu kekayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi.

 

Cinta sedih sekali, namun kemudian dilihatnya Kegembiraan lewat dengan perahunya.

 

"Kegembiraan! Tolong aku!", teriak Cinta. Namun Kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tak mendengar teriakan Cinta.

 

Air makin tinggi membasahi Cinta sampai ke pinggang dan Cinta semakin panik.

 

Tak lama lewatlah Kecantikan.

 

"Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!", teriak Cinta. "Wah, Cinta, kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu ikut, nanti kamu akan mengotori perahuku yang indah ini." sahut Kecantikan. Cinta sedih sekali mendengarnya.

 

Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itu lewatlah Kesedihan.

 

"Oh, Kesedihan, bawalah aku bersamamu", kata Cinta.

 

"Maaf, Cint. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja", kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya.

 

Cinta putus asa. Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelamkannya.

 

Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara, "Cinta! Mari cepat naik ke perahuku!".

 

Cinta menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang tua dengan perahuny. Cepat-cepat Cinta naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya. Di pulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi.

 

Pada saat itulah baru Cinta sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa orang tua yang menyelamatkannya itu. Cinta segera menanyakan kepada seorang penduduk tua di pulau itu, siapa sebenarnya orang itu.

 

"Oh, orang tua tadi? Dia adalah WAktu", kata orang itu.

 

"Tapi, mengapa ia menyelamatkanku? Aku tak mengenalnya. Bahkan teman-teman yang mengenalku pun enggan menolongku", tanya Cinta heran.

 

"Sebab, " kata orang itu, "hanya Waktulah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari Cinta itu..."

 

"Cinta mungkin akan meninggalkan hatimu bagaikan kepingan-kepingan kaca, tapi yakinkan dalam pikiranmu, bahwa ada seseorang yang akan bersedia untuk menambal lukamu dengan mengumpulkan kembali pecahan-pecahan kaca itu... sehingga kamu akan menjadi utuh kembali..."

Rabu, 23 November 2011

saya dan kehidupan saya :)

Awalnya, saya tidak pernah berpikir akan duduk sebagai mahasiswi di tempat ini. Saya bahkan sempat menolak mengenal universitas apa ini. Saya sangat ingin menjadi salah satu mahasiswi di PTN ternama di kota tempat saya dibesarkan. Sangat banyak usaha yang telah saya lakukan demi menjadi mahasiswi di PTN. Tapi nampaknya Tuhan tidak menghendaki saya berada dan menuntut ilmu di PTN manapun di kota ini. Dengan sangat terpaksa, saya mengambil keputusan untuk tidak kuliah di tahun ini. Tapi, Tuhan sepertinya punya jalan lain bagi saya. Salah seorang teman baik saya, yang juga senasib dengan saya, mengajak saya untuk menemaninya mendaftar di PTS tempat saya menuntut ilmu ini. Saya dengan setengah hati menemaninya. Saya bahkan tidak mengambil formulir. Keesokan harinya, teman saya mengikuti tes dan langsung dinyatakan lulus. Beberapa hari kemudian, ibu saya sepertinya ingin agar saya berkuliah di tahun ini di mana pun tempatnya. Akhirnya, saya pun pergi mengadu nasib di PTS ini. Dan sepertinya Tuhan memang punya rencana saya berada di sini. Sebenarnya, pendaftaran telah ditutp, tapi karena permintaan banyak calon mahasiswa, pendaftaran dibuka kembali. Saya pun dengan sangat terpaksa mengambil formulir dan ikut tes. Pada saat ikut tes, saya hanya berdoa agar Tuhan memberikan saya yang terbaik. Kalau memang Tuhan mau saya menjadi berkat dan terang di tempat ini, itulah yang akan terjadi.

Mungkin, dalam pemikiran teman-teman, pergumulan saya hanya sampai di situ. Salah. Saya jenis orang yang tidak bisa dan tidak terbiasa mendengar salah satu agama, agama apapun itu,dijelek-jelekkan. Pada saat saya mengikuti tes, saya masih dalam keadaan tidak sehat. Tambah tidak sehat lagi ketika saya mendengar pengawas di ruangan tes saya menjelek-jelekkan agama Kristen. Selesai mengikuti tes, saya pun segera meninggalkan ruangan tes saya dan menuju lobi untuk menunggu jemputan saya. Ternyata, mood saya semakin tidak baik ketika menunggu di lobi. Orang yang ada di samping saya menjelek-jelekkan salah satu suku Indonesia. Saya merasa tambah sakit hati.

Segera setelah saya memperbaiki perasaan saya, saya menghubungi beberapa sahabat terbaik saya, yang selalu mendengar keluh kesah saya. Mereka menyarankan saya untuk bersabar saja dan berdoa kepada Tuhan. Yaa, itu yang saya lupakan, saya lupa berdoa dan berserah penuh kepada Tuhan. Tak kuasa, air mata saya menetes. Sesegera mungkin saya menyeka airmata saya. Sakit hati? Jelas saya sakit hati. Saya bahkan berharap Tuhan menghukum saya saja. Tapi, sepertinya Tuhan ingin saya tetap menjadi berkat di tempat ini. Saya dinyatakan lulus.

Awal kuliah.
Tidak ada seorang pun yang saya kenal. Saya datang dengan sangat terpaksa. Saat itu, saya segera menuju ke fakultas. Orang pertama yang saya temui ialah seorang teman yang sekarang cukup dekat dengan saya walaupun sampai sekarang saya masih belum mampu memahami dia. Saya menjalani kehidupan maba tanpa keikhlasan. Saya mengikuti pengukuhan maba dan bina akrab tanpa niat. Namun rupanya, teman-teman baru saya mulai bisa memahami saya. Kami saling mencoba untuk menjadi teman yang baik. Ada yang moody-an, ada yang sangat sabar, ada yang loyal dan royal, ada yang suka marah-marah, ada yang sering menjengkelkan, ada yang membingungkan, ada yang sangat suka melakukan hal-hal yang gila. Namun semua itulah yang membuat saya mau dan mampu bertaha di tempat ini.

Apakah cerita saya sudah selesai sampai di sini?
Tidak! Saya kembali bergumul dengan kehidupan rohani saya. Dulu semasa SMA, sangat banyak teman yang selalu menopang saya dalam kerohanian, yang selalu mengingatkan saya untuk tetap menjaga hubungan saya dengan Tuhan agar tetap intim, mengajarkan saya memiliki hubungan yang baik dengan sesama saya. Namun sekarang, saya belum menemukannya. Beberapa di antara teman-teman baru saya memang punya HPDT dan HPDS yang cukup baik, namun tetap belum mampu membantu dan menopang saya yang lemah dan mudah terpengaruh ini. Saya merasa sangat sedih. Apa iya ini jalan yang Tuhan inginkan? Apa ini cara Tuhan mendewasakan iman saya? Apa ini cara Tuhan membuat saya menjadi berkat bagi orang lain? Saya terus bertanya-tanya kepada Tuhan. Sejak SMA, saya sangat ingin mengikuti Pendalaman Alkitab atau PA. Dan saya mengharapkan dapat menemukannya di masa kuliah ini. Namun ternyata tidak! Sedih rasanya. Saya merasa semakin jauh dari Tuhan.

Namun, mujizat Tuhan kembali bekerja. Suatu siang, tepatnya di hari ulangtahun ibu saya, saya menerima pesan dari seorang senior bahwa akan diadakan PA. Saat itu, rasanya Tuhan membukakan jalan bagi saya untuk lebih dekat lagi kepada-Nya. Saat tiba waktu PA, saya mengajak salah seorang teman untuk menemani saya. Dan entah ini memang yang Tuhan inginkan dari saya sebagai wujud awal keberadaan saya sebagai berkat dan terang di tempat saya ini, pada PA pertama ini saya mendapat kesempatan untuk memberikan kesaksian tentang kuasa doa. Saya pun memberikan kesaksian saya tentang kuasa doa kepada Tuhan saat saya bergumul dengan perkuliahan saya. Setelah bersaksi, banyak orang yang beryepuk tangan. Rasanya tepuk tangan itu ditujukan untuk kemuliaan dan kuasa Tuhan. Saya merasa bahwa Tuhan mulai membukakan saya jalan untuk iman saya bertumbuh.

Saat ini, saya sedang menjalani kehidupan saya sebagai mahasiswa psikologi di Universitas Indonesia Timur.
Saya tidak merasa tertekan lagi.
Saya sudah tidak merasa sedih lagi.
Saya sudah kembali seperti dulu lagi.
Saya berharapa, saya tetap bisa menjadi berkat dan terang bagi orang-orang di sekeliling saya.
Dan saya berharap saya tetap bisa berpikir positif tentang kehidupan yang saya jalani ini dan saya bisa memahami semua sahabat-sahabat saya. :)